Kata Aing familiar di Sunda Tangerang, namun tidak dipakai kepada lawan bicara yang lebih tua.
Pada tahun 1570 M, Bahasa Sunda sangatlah demokratis, tidak memiliki tingkatan bahasa.
Pada petikan naskah Para Putera Rama dan Rawana, yang disusun sebagai lampiran kisah Ramayana, yang diperkirakan digubah pada abad 16, kata Aing dipakai untuk berdoa kepada yang maha kuasa, (sumber : Tirto.id) terbukti pada jaman itu memang tingkatan bahasa belum diberlakukan dalam bahasa Sunda.
Namun, diawal 1620 M, Bahasa Sunda menerapkan system feodalisme (tingkatan dalam bahasa) Hal ini tak lepas dari pengaruh kerajaan Mataram yang pada saat itu menduduki wilayah Jawa Barat.
Sedangkan untuk Wilayah Banten tidak terkuasai oleh kerajaan Mataram sehingga bahasa Sunda diwilayah Banten tidak terpengaruh oleh Undak Usuk Basa Sunda (UUBS).
Meskipun tidak terpengaruh oleh UUBS namun ada beberapa kosakata Sunda Tangerang atau Banten pada umumnya tetap diberikan batasan-batasan, seperti kata pengganti orang tunggal (Aing), penggunaan kata 'Aing' sangatlah dominan di wilayah Sunda Tangerang sehingga kata ini menjadi kata yang sangat familiar bagi masyarakat Sunda Tangerang, masyarakat Sunda Tangerang sangat jarang atau hampir tidak pernah menggunakan kata ‘Abdi, Uing, Simkuring’.
Sunda Tangerang memang tidak memakai UUBS, namun dalam penggunaan kata 'Aing', masyarakat Sunda Tangerang juga cukup berhati-hati, terutama dalam penggunaannya terhadap lawan bicara yang jauh lebih tua, dalam kontek ini biasanya, kami mengganti kata 'Aing' dengan kata, 'Urang', 'Saya', atau 'Kula'.
Di Sunda Tangerang untuk menghargai yang lebih tua atau bersikap sopan dalam berbicara cukup mengganti kata pengganti orang saja tapi tidak perlu mengganti kata-kata lainnya, berbeda dengan Sunda yang di Jawa Barat dan sekitarnya menggunakan UUBS untuk semua kosakatanya.
Contoh Percakapan Sunda Tangerang : Seorang Anak berbicara kepada Bibinya : “Bi, keur ngasakeun naon? Hayang dahar, Urang geus lapar jasa yeuh” (Bi, sedang masak apa? Pengen makan, saya uda laper banget nih) dalam kontek percakapan ini si anak merubah kata Aing menjadi Urang tapi tidak dengan kosakata lainnya seperti kata, ‘Dahar, Geus’, yang dalam kontek UBBS ini tidak diperuntukan untuk digunakan kepada lawan bicara yang lebih tua, sedangkan untuk kata ‘Jasa’ hanya digunakan di Sunda Tangerang sedangkan diwilayah Jawa Barat menggunakan kata ‘Pisan’ sebagai arti kata ‘Banget’.
Kata Aing juga memiliki makna arti sebuah kebanggan, gaul, dan kebebasan. ‘Aing’ ini seperti halnya kata ‘Gue’ yang dipakai oleh warga Jakarta atau Betawi umummnya. Ini terlihat dari tagline supporter Persib, meskipun didaerah Bandung kata Aing dikategorikan kata Sunda Kasar namun mereka jauh lebih bangga memakai tagline ‘Aing Persib, Persib Nu Aing’ bukan ‘Abdi Persib, atau ‘Persib nu Abdi’
Maka dari itu, sebuah gerakan pelestarian bahasa Sunda Tangerang memakai nama ‘Aing Urang Sunda Tangerang’ atau yg dipendekan menjadi ‘Aing Tangerang’ alasannya selain kata ‘Aing’ sangat familiar bagi warga Sunda Tangerang, kata ‘Aing’ juga mengandung makna arti kebanggan, dan gaul, karna target pelestarian bahasa Sunda ini ditunjukan kepada kalangan muda generasi Sunda Tangerang yang sudah enggan menggunakan bahasa Sunda, selain itu kata ‘Aing’ ini ditonjolkan juga untuk memberikan segi opini baru bahwa Sunda Tangerang itu Unik bukan Kasar, Sunda Tangerang memilki keunikan kosakata, Istilah, dan dialek tersendiri.
Tangerang, 18 November 2018
Muhamad Nur, SS.
.
.
.
.
.
#aingtangerang #aingurangsundatangerang #suntang #sundatangerang #outletaingtangerang #barudaksundatangerang #sundatangeranguniklainkasar #tangerangjasa #hayuulinkatangerang #aingtangerangtv